Seorang muslimah, diperintahkan untuk menutup auratnya
ketika keluar rumah, yaitu dengan mengenakan pakaian syar’i yang dikenal dengan
jilbab atau hijab. Namun dalam kenyataan masih banyak di antara para muslimah
yang belum mau memakainya. Ada yang dilarang oleh orang tuanya, ada yang
beralasan belum waktunya atau nanti setelah pergi haji dan segudang alasan yang
lain. Nah apa jawaban untuk mereka?
—KENAPA TIDAK BERJILBAB VERSI AKU—
*10. Takut Susah Mendapat Pekerjaan
Memangnya ketika kita berdoa untuk meminta rezeki
(pekerjaan) itu mintanya sama siapa, yaa? Kan sama Allah. Kok maunya saja
minta-minta, tapi giliran disuruh sama Yang Disembah kok nggak mau nurut.. Yang
kasih kerjaan itu Allah atau Departemen/Perusahaan? Kalau Allah tidak izinkan,
sekuat apapun usaha juga tidak bakal tembus.. Tapi kalau Allah sudah
berkehendak, kun-fa-yakun! Wah,
ibarat daunpun bisa jadi emas..
*11. Jilbab Budaya Arab
Ada juga yang bilang begitu. Jilbab itu bukan budaya
di Indonesia. Tapi non, jilbab itu bukan masalah budaya. jilbab adalah
kewajiban (perempuan muslimah) dalam beragama. Bukankah Islam itu rahmatan lil’alamin? Tidak
ada hubungan sama Arab atau negara manapun, asal dia muslimah, wajib ya wajib
aja.. Hayo, mau bantah apa lagi..
*12. Nanti Saja Kalau Sudah Tua, Sudah Hajjah..
Hahaha.. Itu mah aku bangetd, dulu :) Yaa.. itulaah.. Siapa yang
tau umur manusia? Siapa yang menyangka ajal akan menjemput ketika sedang
sarapan pagi di restoran mewah di hotel bintang lima? Jangan-jangan sebelum
tobat sudah dipanggil YME.. Oh, nooo.. Jadi?
Pakai sekarang! Tidak usah menunggu ‘hidayah’.. Hidayah bisa dicari.. Sip?
*13. Cukup dengan Pakaian yang Terhormat
Seperti yang diceritakan Quraish Shihab di Metrotv
kemarin, ada perbedaan pendapat di antara ulama sendiri. Ada yang mengatakan
bahwa jilbab itu tidak wajib, yang penting adalah pakaian yang terhormat. Namun
dalam pemikiran aku pribadi, kalau boleh bertanya pada ulama tersebut; jika
memang boleh hanya dengan pakaian terhormat, tanpa jilbab; bagaimana dengan
surah Al-Ahzab 59 dan An-Nur 31, yang menurut aku jelas menyebutkan tentang
perintah agar mengulurkan jilbab menutupi tubuh dan menutupkan kain kudung ke
dada? Bagaimana dengan kisah wanita kaum Anshar yang langsung merobek kain wol
mereka untuk menutupi kepala begitu mendengar turunnya ayat tentang perintah
berjilbab? Mereka tidak pakai mikir dan debat lagi, langsung menutup rambut
kepala mereka. Kira-kira bagaimana interpretasi ayat-ayat tersebut sehingga
bisa dimaknai menjadi cukup dengan pakaian terhormat saja, ya? Sayang aku tidak
di sana buat nanyain itu. Lagipula definisi pakaian terhormat akan sangat
berbeda satu dan lain budaya, negara, ras, suku, dll. Bagaimana dengan suku
yang wanitanya berpakaian hanya menutup kelaminnya saja, sementara bagian lain
tidak tertutup sehelai benang-pun? Tentu menurut mereka pakaian itu sudah
terhormat bagi wanita. Jadi.. Silakan menyimpulkan dengan keyakinan
masing-masing :)
*14. Yang Penting Hatinya Dikerudungi
Rasanya sering aku denger alasan ini.. Cuma kalo
dipikir-pikir.. Perempuan yang cantik, rajin sholat, puasa, zakat, sodakoh,
udah haji, sering umroh, selalu berbuat baik, bagus ilmu agamanya, dll.. Tapi
bajunya terbuka? Shortpants and
tanktop? Bikini at the
beach? Backless at the
party? Kayaknya tidakmatch deh.. Karena kalo dia baca Qur’an juga, pasti
tau ada perintah Allah untuk menutup aurat.. Pasti tau juga hadis Nabi tentang
perempuan yang berpakaian tapi telanjang tidak akan mencium baunya surga..
Jadi, buat apa hati dikerudungi kalau auratnya terbuka? Jika dia sholat, pasti
tiap sholat pakai mukena yang menutup seluruh tubuh. Tapi lepas sholat, lepas
juga penutup auratnya. Apa dikira Allah hanya melihat ketika sholat saja? Apa
setelah sholat Allah melepas pandangan-Nya dari kita? Padahal muslim/muslimah
yang baik harus senantiasa merasa seperti selalu melihat dan dilihat Allah,
dengan demikian dirinya selalu berada koridor yang benar. Hati yang dikerudungi
siapa yang tahu? Hati kan nggak kelihatan. Perintah yang jelas adalah menutup
aurat yang nampak, yang dilihat orang lain selain mahram. Ibadah-ibadah seperti
sholat, puasa, dll, hanya Tuhan dan dia yang tahu. Apa yang membedakan
perempuan muslimah dan yang bukan, kalau bukan jilbab? Jadi.. Rasanya belum
sempurna seorang muslimah kalau belum berjilbab :) Kira-kira
begitu menurut saya.. Idem dengan PPT 3 episode Aya ‘mengingatkan’ kak Mira
agar berjilbab.. Episode yang jempolan banget.. Hidayah itu bisa datang lewat
jalan apa aja.. Bisa lewat sinteron, bacaan, atau nasihat orang lain.. Kalau
hati sudah membenarkan tapi nggak dilaksanakan juga, hilanglah hidayah itu..
Jika dengan cara yang halus kita masih menolak, apa harus denngan cara yang keras
dan kasar kita baru setuju? Demikian kata bang Asrul menasehati istrinya.. ;)
*15. Tidak Berjilbab adalah Hak Asasi Saya
Naah.. Alasan ini baru hits sekarang.. Aku juga baru
tau setelah baca koran… Hehehe… Menurut aku, hak asasi itu berlaku untuk
masalah kemanusiaan.. Tapi kalau masalah syar’i, apalagi judulnya wajib, ya
harus ditaati, itu kalau memang percaya (iman) sama agamanya. Apa dikira
perintah Allah itu buruk sekali sehingga melanggar hak asasi perempuan? Akal
manusia yang terbatas ini memang sukanya ‘memikirkan’ ajaran-ajaran Allah itu
bagaimana-bagaimana, ya jelas tidak sampai lah… Contoh sederhana, manfaat
khitan… Kalau dipikir, orang jaman dulu pasti mengira gila, ‘memotong’ alat
kelamin!!! Belum ada bius pulak! Tapi beratus tahun setelahnya terbukti manfaat
khitan…
Lain halnya jika yang dimaksud adalah hak asasi dia untuk taat atau tidak, percaya (iman) sama Islam dan ajaran-Nya atau tidak. Jika itu ceritanya, maka lain masalahnya.
Lain halnya jika yang dimaksud adalah hak asasi dia untuk taat atau tidak, percaya (iman) sama Islam dan ajaran-Nya atau tidak. Jika itu ceritanya, maka lain masalahnya.
Bagi aku yang percaya, jawabannya begini;
Sang Nona berkata bahwa beragama itu keyakinan dan harus mengerti. Meyakini dengan perilaku Islami. Tidak berjilbab tapi kan menjalani keagamaannya dengan sunguh-sungguh.
Kata aku: Kalau memang menjalani agama dengan sungguh-sungguh, yakin dan mengerti, berperilaku Islami; kenapa jugaaa—tidak berjilbab? Apa tidak mengerti tentang perintah berjilbab? Tidak yakin sama ajaran Allah? Tidak menutup aurat itu perilaku Islami? Bingung kan..
Sang Nona berkata bahwa beragama itu keyakinan dan harus mengerti. Meyakini dengan perilaku Islami. Tidak berjilbab tapi kan menjalani keagamaannya dengan sunguh-sungguh.
Kata aku: Kalau memang menjalani agama dengan sungguh-sungguh, yakin dan mengerti, berperilaku Islami; kenapa jugaaa—tidak berjilbab? Apa tidak mengerti tentang perintah berjilbab? Tidak yakin sama ajaran Allah? Tidak menutup aurat itu perilaku Islami? Bingung kan..
“Walaupun tidak berjilbab tapi sudah khatam membaca
Qur’an..”
Kata aku: Membaca sih biasa.. Tapi memahami dan melaksanakannya ituuu… Yang jelas tidak baca artinya kali yah..
Kata aku: Membaca sih biasa.. Tapi memahami dan melaksanakannya ituuu… Yang jelas tidak baca artinya kali yah..
“Kalau ke tempat yang mengharuskan pemakaian jilbab,
saya akan pakai untuk menghormati aturan di sana”
Kata aku: Kalau aturan manusia, dihormati, ditaati. Aturan Allah, dilanggar? Jadi lebih takut aturan manusia daripada Tuhan? Aneh sekali.. Memang yang menciptakan manusia itu siapa? Kok lebih takut sama ciptaan-Nya, daripada Sang Pencipta sendiri..
Kata aku: Kalau aturan manusia, dihormati, ditaati. Aturan Allah, dilanggar? Jadi lebih takut aturan manusia daripada Tuhan? Aneh sekali.. Memang yang menciptakan manusia itu siapa? Kok lebih takut sama ciptaan-Nya, daripada Sang Pencipta sendiri..
“Saya Akan Berjilbab, Kalau Saya Yakin Berjilbab Akan
Membuat Saya Lebih Baik.”
Kata aku: Kalau jadi lebih buruk, ya bukan salah jilbabnya dong… Pasti salah manusia yang menjalankannya tidak dengan ilmu… Namanya juga Allah yang buat aturan, pastinya sudah dibuat sedemikian rupa demi kemashalatan umat-Nya, mendatangkan kebaikan bagi yang mereka PERCAYA (iman) dan mau yang menjalankan.. Betul?
Kata aku: Kalau jadi lebih buruk, ya bukan salah jilbabnya dong… Pasti salah manusia yang menjalankannya tidak dengan ilmu… Namanya juga Allah yang buat aturan, pastinya sudah dibuat sedemikian rupa demi kemashalatan umat-Nya, mendatangkan kebaikan bagi yang mereka PERCAYA (iman) dan mau yang menjalankan.. Betul?
“Untuk berjilbab, ada tahapan-tahapan yang harus
dilalui.”
Kata aku: Apa tidak kelamaan.. Kalau belum sampai ke tahapan itu keburu mati gimana? Tidak sempet tobat dong..
Kata aku: Apa tidak kelamaan.. Kalau belum sampai ke tahapan itu keburu mati gimana? Tidak sempet tobat dong..
*16. Apakah dengan demikian berjibab itu parameter
& indikator seorang perempuan disebut muslimah taat?
Irma: Jadi maksudnya, tidak perlu menutup aurat juga
tidak perlu berjilbab/berkerudung? Karena toh banyak juga muslimah yang
bertebaran di muka bumi ini yang sangat taat padahal tidak menutup aurat,
begitu ya?
Aku jadi penasaran.. Ini maksudnya yang memberi
penilaian “taat”, “sangat taat”, “kurang taat”, “tidak taat”, adalah siapa?
Manusiakah yang memberi penilaian itu atau penilaian Allah SWT sang Khalik?
Kalo itu penilaian Allah, memangnya Allah udah kasih tau ya hasil penilaiannya?
Kapan? Hehehe.
Sudah jelas banget lah, menutup aurat dengan berjilbab
dan berkerudung itu hanyalah salah satu dari sekian banyak perintah Allah SWT.
Jadi bukan satu-satunya parameter ketaatan kepada Allah, hanya salah satunya
saja. Tapi tetap aja akan Allah SWT perhitungkan nantinya.
Kenapa?
Lah wong yang seperti atom saja akan Allah perhitungkan. Kebaikan dan keburukan sebesar dzarrah aja balasannya. Apalagi ketaatan yang nampak kasat mata seperti itu. Sekarang kalo dipikir dengan pemikiran yg paling gampang aja. Ada seorang muslimah yang menaati perintah yang sudah ditetapkan oleh Dzat Maha Kuasa yang menciptakannya dengan menutup aurat dengan ikhlas dan istiqomah. Maka apakah kira2 di hadapan Allah SWT, dia akan dinilai sebagai muslimah yang memiliki ketaatan yang sama dengan muslimah lain yang mengumbar auratnya di mana-mana? Coba pikirkan jawabannya sendiri.
Lah wong yang seperti atom saja akan Allah perhitungkan. Kebaikan dan keburukan sebesar dzarrah aja balasannya. Apalagi ketaatan yang nampak kasat mata seperti itu. Sekarang kalo dipikir dengan pemikiran yg paling gampang aja. Ada seorang muslimah yang menaati perintah yang sudah ditetapkan oleh Dzat Maha Kuasa yang menciptakannya dengan menutup aurat dengan ikhlas dan istiqomah. Maka apakah kira2 di hadapan Allah SWT, dia akan dinilai sebagai muslimah yang memiliki ketaatan yang sama dengan muslimah lain yang mengumbar auratnya di mana-mana? Coba pikirkan jawabannya sendiri.
*17. Tidak mesti jika tidak mengenakan jilbab, maka
amalan-amalan seorang muslimah tidak bakal diterima pula.
Irma: Hmmm… Soal diterima atau tidaknya amalan
seseorang, itu hak Allah semata. Banyak faktor yang akan menentukannya. Allah
itu Maha Adil, tidak usah mengkhawatirkan dan meragukan bagaimana perhitungan
amalan2 kita, apakah akan diterima ataukah tidak. Ingat,
kebaikan dan keburukan sebesar dzarrah pun nanti akan ada balasannya. Justru
karena tidak pasti, maka patuh, taat, istiqomah dan ikhlas aja semaksimal
mungkin.
*18. Tapi ‘kan tidak ada yang mengatakan, “Kalau
berjilbab, maka bagus pula amalan-amalannya.”
Irma: Hehehe. Komentar saya, cape deeeh… :-)
Perasaan dari kemarin, argumentasi dan upaya mencari pembenaran soal tidak perlu berjilbab kok begini terus deh. Maaf kalo tidak berkenan. Menurut saya, alasan dan upaya pembenaran untuk tidak berjilbab yang dikemukakan di atas ini adalah hal yang sangat tidak relevan, tidak logis dan tidak berdasar. Setiap manusia, WAJIB untuk beribadah dan beramal baik. Hal ini sesuai dengan fitrah manusia di dunia adalah untuk beribadah pada Allah dan menjadi khalifah di muka bumi. Kalau wanita “biasa” saja amalannya bagus, apalagi yang berjilbab, harusnya lebih bagus lagi dong.. Malu lah sama mereka yang tidak (belum) berjilbab tapi amalannya bagus! Benar sekali bahwa bagus atau tidaknya amalan wanita tidak tergantung dari jilbabnya. TAPI hijab itu akan menyempurnakan amalan seorang wanita yang sholehah. Apakah kita mau dicintai setengah-setengah? Tentu tidak. Jika begitu, taatlah pada-Nya secara utuh. Maka cinta-Nya pada kita juga akan SEMAKIN besar. Demikian.
Perasaan dari kemarin, argumentasi dan upaya mencari pembenaran soal tidak perlu berjilbab kok begini terus deh. Maaf kalo tidak berkenan. Menurut saya, alasan dan upaya pembenaran untuk tidak berjilbab yang dikemukakan di atas ini adalah hal yang sangat tidak relevan, tidak logis dan tidak berdasar. Setiap manusia, WAJIB untuk beribadah dan beramal baik. Hal ini sesuai dengan fitrah manusia di dunia adalah untuk beribadah pada Allah dan menjadi khalifah di muka bumi. Kalau wanita “biasa” saja amalannya bagus, apalagi yang berjilbab, harusnya lebih bagus lagi dong.. Malu lah sama mereka yang tidak (belum) berjilbab tapi amalannya bagus! Benar sekali bahwa bagus atau tidaknya amalan wanita tidak tergantung dari jilbabnya. TAPI hijab itu akan menyempurnakan amalan seorang wanita yang sholehah. Apakah kita mau dicintai setengah-setengah? Tentu tidak. Jika begitu, taatlah pada-Nya secara utuh. Maka cinta-Nya pada kita juga akan SEMAKIN besar. Demikian.
1. Saya Belum Bisa Menerima Hijab
Untuk ukhti yang belum bisa menerima hijab maka perlu
kita tanyakan, “Bukankah ukhti sungguh-sungguh dan yakin dalam memeluk Islam,
dan bukankah ukhti telah mengucapkan la ilaha illallah Muhammad rasulullah
dengan yakin? Yang berarti menerima apa saja yang diperintahkan Allah
Subhannahu wa Ta’ala dan Rasulullah? Jika ya maka sesungguhnya hijab adalah
salah satu syari’at Islam yang harus dilaksanakan oleh para muslimah. Allah
Subhannahu wa Ta’ala telah memerintah kan para mukminah untuk memakai hijab dan
demikian pula Rassulullah Shalallaahu alaihi wasalam memerintahkan itu. Jika
anda beriman kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, maka anda tentu
akan dengan senang hati memakai hijab itu.
2. Saya Menerima Hijab, Namun Orang Tua Melarang.
Kalau saya tidak taat kepada orang tua, saya bisa
masuk neraka. Kepada saudariku kita beritahukan bahwa memang benar orang tua
memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia, dan kita diperintahkan untuk berbakti
kepada mereka. Namun taat kepada orang tua dibolehkan dalam hal yang tidak
mengandung maksiat kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala , sebagaimana dalam
firman-Nya, artinya,
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan
dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya,” (QS. Luqman:15)
Meskipun demikian kita tetap harus berbuat baik kepada
kedua orang tua kita selama di dunia ini.
Inti permasalahannya adalah, bagaimana saudari taat
kepada orang tua namun bermaksiat kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya, padahal Allah Subhannahu wa Ta’ala adalah yang menciptakan anda,
memberi nikmat, rizki, menghidupkan dan juga yang menciptakan kedua orang tua
saudari?
3. Saya Tidak Punya Uang untuk Membeli Jilbab
Ada dua kemungkinan wanita muslimah yang mengucapkan
seperti ini, yaitu mungkin dia berdusta dan mungkin juga dia jujur. Jika dalam
kesehariannya dia mampu membeli berbagai macam pakaian dengan model yang
beraneka ragam, mampu membeli perlengkapan ini dan itu, maka berarti dia telah
bohong. Dia sebenarnya memang tidak berniat untuk membeli pakaian yang sesuai
tuntunan syari’at. Padahal pakaian syar،¦i biasanya tidak semahal
pakaian-pakaian model baru yang bertabarruj.
Maka apakah saudari tidak memilih pakaian yang
seharusnya dikenakan oleh seorang wanita muslimah. Apakah anda tidak memilih
sesuatu yang dapat menyelamatkan anda dari adzab Allah Subhannahu wa Ta’ala dan
kemurkaan-Nya? Ketahuilah pula bahwa kemuliaan seseorang bukan pada model pakaiannya,
namun pada takwanya kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala . Dia telah berfirman,
artinya,
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu
di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.” (QS.
al-Hujurat:13)
Adapun jika memang anda seorang yang jujur, jika
benar-benar saudari berniat untuk memakai jilbab maka Allah Subhannahu wa
Ta’ala akan memberikan jalan keluar. Allah Subhannahu wa Ta’ala telah
mengatakan, artinya,
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia
akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang
tiada disangka-sangkanya.” (QS. ath-Thalaq 2-3)
Kesimpulannya adalah bahwa untuk mencapai keridhaan
Allah dan untuk mendapatkan surga, maka segala sesuatu akan menjadi terasa
ringan dan mudah.
4. Cuaca Sangat Panas
Jika saudari beralasan bahwa cuaca sangat panas, kalau
memakai jilbab rasanya gerah, maka saudari hendaklah selalu mengingat firman
Allah Subhannahu wa Ta’ala , artinya,
“Katakanlah, “Api neraka Jahannam itu lebih sangat
panas(nya)” jikalau mereka mengetahui.”(QS. 9:81)
Apakah anda menginginkan sesuatu yang lebih panas lagi
daripada panasnya dunia ini, dan bagaimana saudari menyejajarkan antara
panasnya dunia dengan panasnya neraka? Yang dikatakan oleh Allah Subhannahu wa
Ta’ala , artinya,
“Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan
tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah.” (QS.
78:24-25)
Wahai saudariku, ketahuilah bahwa surga itu diliputi
dengan berbagai kesusahan dan segala hal yang dibenci nafsu, sedangkan neraka
dihiasi dengan segala yang disenangi hawa nafsu.
5. Khawatir Nanti Aku Lepas Jilbab Lagi
Ada seorang muslimah yang mengatakan, “Kalau aku pakai
jilbab, aku khawatir nanti suatu saat melepasnya lagi.” Saudariku, kalau
seseorang berpikiran seperti anda, maka bisa-bisa dia meninggalkan seluruh atau
sebagian ajaran agama ini. Bisa-bisa dia tidak mau shalat, tidak mau berpuasa
karena khawatir nanti tidak bisa terus melakukannya.
Itu semua tidak lain merupakan godaan dan bisikan
setan, maka hendaklah suadari mencari sebab-sebab yang dapat menjadikan anda
selalu beristiqamah. Di antaranya dengan banyak berdo’a agar diberikan
ketetapan hati di atas agama, bersabar dan melakukan shalat dengan khusyu’.
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, artinya,
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyu’.” (QS. 2:45)
Jika saudari telah memegang teguh sebab-sebab hidayah
dan telah merasakan manisnya iman maka saudari pasti tidak akan meninggalkan
perintah Allah Subhannahu wa Ta’ala , karena dengan melaksanakan itu anda akan
merasa tentram dan nikmat.
6. Aku Takut Tidak Ada Yang Menikahiku
Saudariku! Sesungguhnya laki-laki yang mencari istri
seorang wanita yang bertabarruj, membuka aurat dan senang melakukan berbagai
kemaksiatan maka dia adalah laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu. Dia
tidak cemburu terhadap yang diharamkan Allah Subhannahu wa Ta’ala, tidak
cemburu terhadapmu, dan tidak akan membantumu dalam ketaatan, menuju surga
serta menyelamatkanmu dari neraka.
Jadilah engkau wanita yang baik, insya Allah
Subhannahu wa Ta’ala engkau mendapatkan suami yang baik pula. Engkau lihat
berapa banyak wanita yang tidak berhijab, namun dia tidak menikah, dan engkau
lihat berapa banyak wanita berjilbab yang telah menjadi seorang istri.
7. Kita Harus Bersyukur
“Oleh karena kecantikan merupakan nikmat dari Allah
Subhannahu wa Ta’ala, maka kita harus bersyukur kepada-Nya, dengan
memperlihatkan keindahan tubuh, rambut dan kecantikan kita.” Mungkin ada di
antara muslimah yang beralasan demikian.
Suadariku! Itu bukanlah bersyukur, karena bersyukur
kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala bukan dengan cara melakukan kemaksiatan.
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada
mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka.” (QS. an-Nur:31)
Dalam firman-Nya yang lain,
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. (QS.al-Ahzab:59)
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. (QS.al-Ahzab:59)
Nikmat terbesar yang Allah Subhannahu wa Ta’ala
berikan kepada kita adalah iman dan Islam, jika anda ingin bersyukur kepada
Allah maka perlihatkanlah kesyukuran itu dengan sesuatu yang disenangi dan
diperintahkan Allah Subhannahu wa Ta’ala, di antaranya adalah dengan mememakai
hijab atau jilbab. Inilah syukur yang sebenarnya.
8. Belum Mendapatkan Hidayah
Ada sebagian muslimah yang mengatakan, “Saya tahu
bahwa jilbab itu wajib, namun saya belum mendapatkan hidayah untuk memakainya.”
Kepada saudariku yang yang beralasan demikian kami katakan, “Bahwa hidayah itu
ada sebabnya sebagaimana sakit itu akan sembuh dengan sebab pula. Orang akan
kenyang juga dengan sebab, yakni makan. Kalau anda setiap hari meminta kepada
Allah agar ditunjukkan ke jalan yang lurus, maka anda harus berusaha meraihnya.Di antaranya, hendaklah anda
bergaul dengan wanita yang baik-baik, ini merupakan sarana yang sangat efektif,
sehingga hidayah dapat anda raih dan terus-menerus terlimpah kepada ukhti.
9. Aku Takut Dikira Golongan Sesat
Ketahuilah saudariku! Bahwa dalam hidup ini hanya ada
dua kelompok, hizbullah (kelompok Allah) dan hizbusy syaithan (kelompok
syetan). Golongan Allah adalah mereka yang senantiasa menolong agama Allah
Subhannahu wa Ta’ala, melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Sedangkan
golongan setan sebaliknya selalu bermaksiat kepada Allah dan berbuat kerusakan
di muka bumi. Dan ketika ukhti melakukan ketaatan, salah satunya adalah memakai
hijab maka berarti ukhti telah menjadi golongan Allah, bukan kelompok sesat.
Sebaliknya mereka yang mengumbar aurat, bertabarruj,
berpakaian mini dan yang semisal itu, merekalah yang sesat. Mereka telah
terbius godaan syetan atau menjadi pengekor orang-orang munafik dan orang-orang
kafir. Maka berbahagialah anda sebagai kelompok Allah Subhannahu wa Ta’ala yang
pasti menang.
Jilbab atau hijab adalah bentuk ibadah yang mulia,
jangan sejajarkan itu dengan ocehan manusia rendahan. Dia disyari’atkan oleh
Penciptamu, kalau engkau taat kepada manusia dalam rangka bermaksiat kepada
Allah Subhannahu wa Ta’ala maka sungguh engkau akan binasa dan merugi. Mengapa
engkau mau diperbudak oleh mereka dan meninggalkan ketaatan kepada Allah
Subhannahu wa Ta’ala Yang menciptakan, memberi rizki, menghidupkan dan
mematikanmu?
Wallohu A’lam Bissowab,
sumber :: https://renares.wordpress.com/2009/07/05/kenapa-tidak-mau-berjilbab-alasan-dan-jawabannya/