Minggu, 25 Januari 2015

Menjadi Guru Ahli Surga dengan Meneladani Sifat Rasul



Melihat contoh perilaku negatif yang dilakukan oleh guru, bisa ditarik satu kesimpulan, guru juga manusia.Tanpa disadari, guru masih dianggap sebagai ‘dewa’ oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Guru adalah makhluk tanpa cela yang seluruh perkataan dan perbuatannya adalah kebenaran.
Guru adalah orang yang tidak boleh dilawan atau disanggah perkataannya. Jika ada siswa yang meragukan atau menyanggah guru, maka siswa tersebut akan dicap sebagai pemberontak. Guru adalah satu-satunya profesi di Indonesia yang dipuja dalam beberapa lagu. Gurulah yang dianggap penghantar manusia menuju masa depan.
Namun guru tetaplah manusia.Ia bisa khilaf dan melakukan dosa. Lemahnya iman bisa menjadikan ia salah jalan. Kurangnya dia bersyukur membuat ia jadi takabur. Tak merasa diawasi menjadikan ia lupa diri. Terlalu cinta dunia membuatnya jadi jumawa.Karena guru tetaplah manusia.Cara pandang sekulerisme telah menjadikan guru sebagai sosok yang jauh dari nilai-nilai Islam. Benturan pemahaman yang ia alami di sekolah menjadikan ia rela menggadaikan keimanannya.
Lalu bagaimana menjadikan guru sebagai ahli surga? Tentu saja dengan meneladani Rasulullah saw. Bukankah Allah sudah menggambarkan dalam ayat-Nya bahwa Rasulullah saw adalah sebaik-baik suri tauladan? Allah SWT berfirman:
]لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا[
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (TQS al-Ahzab [33]: 21).
Rasulullah saw memiliki karakter mulia yang orang Barat pun sudah mengakuinya. Michael H. Hart dalam bukunya “The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History” menempatkan Muhammad saw di posisi pertama sebagai orang yang paling memberikan pengaruh di dunia. Rasulullah saw adalah sosok Nabi yang mengangkat manusia ke peradaban yang cemerlang dari masa kegelapan.
Rasulullah saw adalah sebaik-baik guru yang patut ditiru. Rasulullah saw menganggap betapa penting arti pendidikan bagi perkembangan sebuah negara. Setelah perang Badar, Rasulullah saw memerintahkan 70 orang kafir Quraisy yang menjadi tawanan perang untuk mengajar kepada penduduk Madinah. Masing-masing dari mereka bertugas mengajarkan baca dan tulis ke sepuluh anak-anak dan orang dewasa.Hasilnya, 700 orang penduduk Madinah terbebas dari buta huruf. Kemudian 700 penduduk yang sudah bisa baca tulis diminta untuk mengajarkan kembali pada penduduk yang lain.
Sudah sepatutnya para guru mengaplikasikan sifat Rasulullah saw yang juga menjadi sifat wajib Rasul laindalam menjalankan profesinya:
1. Shiddiq
Shiddiq berarti benar.Tidak hanya benar dalam perkataan tetapi juga dalam perbuatan. Berbuat curang di waktu ujian nasional tentu bukanlah perbuatan yang sesuai dengan sifat yang Rasulullah saw miliki.
Seorang guru dituntut untuk mengajarkan kebenaran dan menjunjung tinggi kejujuran. Jika ada kecurangan yang ia ketahui, ia akan berada di garda terdepan untuk mengingatkan yang lain. Ia akan bekerja sepenuh hati tanpa takut dicaci-maki. Karena ia yakin, Allah senantiasa mengawasi.Mengajarkan ilmu yang ‘salah’ juga bukan cerminan dari sifat shiddiq. Ketika ada materi pelajaran yang tidak sesuai dengan pemahaman, ia akan memilih mengungkapkan kebenaran.
2. Amanah
Amanah artinya dapat dipercaya. Guru mempunyai akad ‘jual beli jasa’ dengan orangtua yang sudah menitipkan anak-anaknya pada mereka. Ketika dia tidak melaksanakan tugasnya dengan benar, maka ia bukanlah orang yang memegang amanah.
Mengurangi jam belajar atau hanya memberikan tugas lalu meninggalkan kelas tanpa alasan jelas bukanlah cerminan guru yang amanah.
Sekecil apapun gaji atau honor yang diterima oleh guru, bukanlah menjadi alasan dia untuk mengabaikan akad yang sudah ia ucapkan ketika memutuskan untuk mengajar. Guru yang amanah pun tidak menjadikan kekerasan sebagai jalan mendisiplinkan anak didiknya.Ia akan berlaku lemah lembut penuh kasih sayang. Motivasi akan senantiasa ia berikan manakala ada muridnya yang merasa gagal dalam pelajaran.
Rasulullah saw dijuluki sebagai al-Amin atau orang yang dapat dipercaya sejak beliau masih muda. Kafir Quraisy pun tidak meragukan sifat Rasulullah saw tersebut.
3. Fathanah
Guru yang memiliki sifat fathanah berarti ia cerdas dan bijak dalam melakukan perbuatan. Guru dituntut untuk senantiasa mengembangkan ilmu yang ia ajarkan pada murid-muridnya. Guru yang terus menerus menjunjung metode konvesional tanpa berinovasi tidaklah memiliki sifat fathanah.Guru yang kembali melanjutkan kuliah hanya untuk memperoleh gelar bukanlah guru yang fathanah.Guru yang rela membayar sejumlah uang untuk membeli ‘titel’ bukan guru yang fathanah.
Guru yang fathanah adalah guru yang bisa menjadikan murid-muridnya lulus 100% tanpa harus berbuat curang. Guru yang senantiasa terbuka dalam menerima kritik yang datang dari siswa atau dari guru yang lain. Guru yang senantiasa berkompetisi sehat dengan sesama guru yang lain dalam mendidik generasi muda sebagai tonggak penerus masa depan.
Jika Rasulullah saw tidak memiliki sifat fathanah, mustahil Islam bisa menyebar ke seluruh dunia. Dengan sifatnya yang fathanah, Rasulullah saw berhasil mengajak kafir Quraisy untuk masuk Islam. Strategi perang yang ia sarankan juga menghantarkan kemenangan kaum muslimin di perang badar.
4. Tabligh
Tabligh berarti menyampaikan. Guru memang tidak boleh pelit dalam memberikan ilmu. Ilmu yang bermanfaat akan menjadi pahala yang terus mengalir bagi guru. Rasulullah saw tidak mungkin menyembunyikan wahyu. Jika Allah SWT memberikan teguran padanya, beliau saw akan memberitahukan pula pada kaum muslimin. Tanpa ada rasa malu.Tidak ada yang ditutup-tutupi.
Jika melihat kemaksiatan, guru seharusnya menyampaikan kebenaran walau nyawa jadi taruhan.Ia juga tidak segan jika ancaman pencopotan jabatan senantiasa mengintai. Ia akan mengajak semua pihak termasuk murid-muridnya untuk senantiasa menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya di semua aspek kehidupan.
Jika akhirnya ia pun dikucilkan oleh yang lain, ia pun tak risau. Karena ia yakin Allah SWT akan selalu menemani. Kalaupun ia dipecat, ia yakin Allah SWT Maha Pemberi Rizki.
Menjadi guru adalah tugas mulia.Jika guru dipandang sebagai profesi yang bisa menghasilkan materi semata, tentu menjadi guru yang meneladani sifat Rasulullah saw sangatlah sulit untuk dilakukan. Guru dituntut untuk bisa menahan amarah, senantiasa ikhlas, berlaku lemah lembut sementara gaji yang mereka hasilkan tidak seberapa dibandingkan dengan beban tanggung jawab yang harus mereka emban khususnya bagi guru non-PNS.
Namun, menjadi seorang guru akan menjadikan seorang hamba Allah senantiasa bertambah pahalanya. Rasulullah saw bersabda:
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh,” (HR. Muslim).

Walaupun jasad sudah terbungkus kain kafan, amalan seorang guru akan tetap mengalir jika ilmu yang ia ajarkan senantiasa diamalkan dan diajarkan kembali oleh murid-muridnya. Dan kemuliaan itu akan ia dapatkan pula di surga jika ia senantiasa mengingat Allah setiap waktu dan menerapkan peraturan-Nya. Wallahu a’lam bishawab. 

Oleh: Maya Puspitasari, P.hD., Student School of Education, University of Glasgow, Scotland, UK
Di copy dari : islampos.com

0 komentar:

Posting Komentar